Cirebon, Pusat Penyebaran Islam di Jawa Barat


Dalam Babad Tanah Cirebon yang ditulis Pangeran Sulaiman Sulendraningrat, bahwa wilayah Cirebon merupakan wilayah yang masuk ke dalam kekuasaan Kerajaan Padjajaran yang dipimpin Sri Baduga Maharaja atau yang lebih dikenal dengan sebutan Prabu Siliwangi. Sebelum Kerajaan Cirebon lahir, wilayah Bantaran Jati dihuni oleh tokoh arif bijaksana yang bernama Syech Nurjati, beliau lah yang mengajarkan Islam pertama kali di wilayah ujung Utara Pulau Jawa tersebut.

Syech Nurjati adalah guru dari Pangeran Cakrabuana yang merupakan anak dari Prabu Siliwangi dari istri Nyai Subang Larang. Beliau juga merupakan Ua Syarif Hidayatullah karena Pangeran Cakrabuana merupakan kakak Kandung Ibu Syarif Hidayatullah yang bernama Nyai Lara Santang atau Nyai Syarifah Mudaim.

Dalam perjalanan mencari jati diri dan sejatinya ilmu Islam Pangeran Cakrabuana dan Nyai Lara Santang bertemu dengan Ki Gedeng Alang-alang Lurah wilayah Lemah Wungkuk yang kemudian hari berubah nama menjadi Cirebon. Nama Cirebon sendiri merupakan perpaduan dari nama cai (air) dan rebon (udang kecil). Karena dahulu Cirebon merupakan penghasil terasi yang ternama dan tersohor, dan air hasil perasan terasi itulah yang dimaksud dengan cai rebon.

Setelah kedatangan Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati, daerah Cirebon menjadi ramai. Di sinilah titik terang penyebarkan Islam kemudian menyebarkan sayapnya sampai ke wilayang Luragung Kuningan, Raja Galuh Majalengka, Sindang Kasih, dan Wilayah Indramayu. Termasuk juga ke wilayah Tatar Pasundan dan wilayah Banten. Menurut Carita Purwaka Caruban Nagari, Selain mengendalikan kekuasaan politik sebagai penguasa kesultanan Islam Cirebon, Sunan Gunung Jati terus menyebarkan agama Islam ke seluruh pelosok tatar Sunda. Dalam catatan para sejarawan, daerah-daerah yang dijelajahi oleh Sunan Gunung  Jati  di antaranya Ukur Cibaliung (Kabupaten Bandung), Timbanganten (Kabupaten Garut), Pasir Luhur, Batu Layang, dan Pengadingan (wilayah Barat dan Selatan Sumedang Larang). Daerah-daerah lain yang berhasil di-Islamkan yaitu Nagari Talaga, Raja Galuh, Indramayu, Trusmi, Cangkuang dan Kuningan.

Cirebon sebagai kota yang terletak di wilayah Pantai Utara Tanah Jawa, merupakan jalur perlintasan transportasi kendaraan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah. Cirebon yang berjuluk Kota Udang, duhulu merupakan pusat penyebaran Islam di Jawa Barat oleh Sunan Gunung Jati. Cirebon juga terkenal memiliki keragaman budaya yang kuat bernuansa religi dan kaya akan kesenian tradisionalnya, di antaranya Tarling, Tari Topeng, Barok, Rudat, Mapag Sri, Sintren. Kesenian Cirebonan berkaitan erat dengan nilai-nilai budaya dan mempunyai fungsi yang berbeda-beda.

Proses penyebaran Islam di Jawa Barat lebih banyak dikisahkan melalui daerah Cirebon yang dikuasai seorang raja yang juga ulama yaitu Syarif Hidayatullah atau lebih dikenal dengan Sunan Gunung Jati. Karena dua  kekuasaan yang diperankannya yaitu kekuasaan politik dan agama, maka dia mendapatkan gelar Ratu Pandita. Sunan Gunung Jati yang tampil sebagai pemimpin agama dan politik, telah mengubah sistem dan struktur kenegaraan pada faham kekuasaan religius.

Menurut Suseno (1994) inti faham  kekuasaan religius adalah bahwa hakekat kekuasaan politik berasal dari alam ghaib atau  termasuk yang ilahi. Dengan begitu, manusia yang berkuasa bukan manusia biasa lagi melainkan ikut termasuk dalam alam adiduniawi. Raja merupakan medium yang menghubungkan mikrokosmos manusia dan makrokosmos Tuhan.

Sampai sekarang pun nilai-nilai budaya yang ditinggalkan oleh Sunan Gunung Jati masih bisa kita temui. Hal itu adalah bagian terpenting dari proses Islamisasi yang dilakukan oleh Sunan Gunung Jati dalam menyebarkan agama Islam di Jawa Barat. Peninggalan Sunan Gunung Jati di antaranya adalah Kraton Pakungwati, Sangkala Buana (alun-alun),  Mesjid Agung Sang Cipta Rasa, Tajug Jalagrahan, benda-benda pusaka yaitu terdiri dari persenjataan tradisional hingga kereta kencana.  Yang cukup menarik dari peninggalan budaya dari aktivitas Sunan Gunung Jati adalah bidang Planologi atau Tata Kota. Susunan pusat ibu kota Kerajaan Cirebon merupakan proto type awal dari karakteristik kota  di Indonesia yang bercorak Islam yang terdiri dari unsur arsitektur masjid, istana, pasar, tembok pertahan alun-alun, bangunan audiensi dan pelabuhan (Halwany Michrob, 1995: 20).

Bangunan istana yang ditinggalkan Sunan Gunung Jati mempunyai nilai budaya tinggi.  Keraton peninggalan Sunan Gunung Jati terdiri dari Dalem Agung Pakung Wati yang semasa hidup Sunan Gunung Jati dijadikan istana. Kemudian Sitinggil yang dibangun pada 1425 Masehi yang terdiri dari beberapa buah bangunan yang pada umumnya tidak berdinding, antara lain bangunan Pendawa Lima yang bertiang lima yang melambangkan lima Rukun Islam, tempat ini  merupakan tempat berkumpulnya para pengawal sultan.

Semar Kenandu, yaitu sebuah bangunan bertiang dua buah yang melambangkan Syahadat, tempat ini merupakan tempat duduk para penasehat sultan. Malang Semirang yaitu bangunan yang terletak di samping Semar Kenandu, tempat ini merupakan tempat  duduk Sultan  pada saat sultan melihat alun-alun atau ketika mengadili terdakwa yang dituntut hukuman mati. Mande Karesmen yaitu tempat yang digunakan untuk mementaskan gamelan Sekaten pada 1 Syawal dan 10 Dzulhijjah dan Mande Pengiring yaitu ruangan yang digunakan  untuk para pengiring Sultan, atau digunakan sebagai tempat hakim ketika menyidangkan terdakwa (Dadan Wildan 2002: 311 ).

Peninggalan Sunan Gunung Jati lainnya yaitu Jembatan Kreteg Pengrawit. Jembatan ini bermakna bahwa orang yang masuk ke Keraton harus mempunyai tujuan yang baik sebagaimana yang dimaksud dengan Pengrawit yang dalam Bahasa Jawa berarti lembut dan penuh perasaan. Jembatan ini melintang di atas saluran air yang bernama Sepadu yang merupakan batas antara masyarakat umum dengan penghuni keraton. Selain itu terdapat Panca Ratna yang berarti jalan kesenangan. Adapun fungsi Panca Ratna adalah tempat seba pejabat desa atau kampong kepada Sultan. Kemudian Panca Niti yang terletak di samping kiri dan kanan jalan menuju Jembatan Pengrawit dan berada di depan alun-alun. Panca Niti mempunyai arti jalan atau tempat raja atau pejabat keraton. Bangunan ini berfungsi sebagai tempat beristirahat pejabat keraton.

Peninggalan Sunan Gunung Jati dalam bidang arsitektur yaitu Masjid Agung Sang Cipta Rasa, yang mempunyai sembilan pintu masuk, hal ini sebagai perwujudan dari simbol Wali Sanga penyebar Agama Islam. Banyak warisan peninggalan budaya dari sunan Gunung Jati yang bisa dijadikan sebagai objek wisata dan aset pemerintahan Cirebon. Karena banyak beribu-ribu masyarakat Cirebon yang mengais rizki dari para wisatawan yang datang ke Cirebon untuk napak tilas perjuangan Sunan Gunung Jati dalam menyebarkan Islam. Sunan Gunung Jati meninggal tahun 1568 Masehi, namun karomahnya sampai saat ini masih kita rasakan. Memang idealnya seorang Waliullah ketika sudah meninggal sekalipun memberikan berkah rizki bagi yang masih hidup, apalagi ketika beliau masih hidup.

*Oleh: Wahyu Iryana (Dosen Sejarah UIN SGD Bandung)

Posting Komentar